Edisi 1816
Definisi terorisme
Sebelumnya, penting bagi kita untuk membahas definisi dan batasan terorisme, karena terdapat banyak kerancuan mengenai makna terorisme.
Misalnya, pihak yang melakukan terorisme berkedok jihad mengatakan bahwa tindakan mereka bukanlah terorisme, melainkan jihad.
Atau ada pihak yang membenci Islam, sehingga ketika terjadi teror yang dilakukan oleh non-muslim, tidak disebut terorisme. Sedangkan jika pelakunya muslim pasti disebut terorisme. Dengan demikian perlu kita perjelas apa makna terorisme.
Dalam UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Bab III pasal 6, setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Demikian definisi dan batasan terorisme yang akan kita bahas.
Terorisme menurut syariat Islam
Terorisme dengan definisi yang telah dipaparkan, yaitu menebarkan teror dan ketakutan di tengah masyarakat, dalam hal ini masyarakat kita yang mayoritas muslim, jelas hal ini tercela dan terlarang dalam Islam.
Karena syariat Islam itu datang untuk memberikan maslahah (kemanfaatan) dan mencegah mafsadah (kerusakan). Selain itu, di antara tujuan dari syariat dalam Islam adalah menjaga agama, jiwa, akal, nasab, harta dan kehormatan.
Sedangkan terorisme jelas-jelas menimbulkan banyak kerusakan, hilangnya rasa aman, serta hilang harta dan nyawa kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, yaitu mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilangan, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (Q.S. Al Maidah : 33).
Pelanggaran syariat dalam terorisme
Selain itu, jika kita telisik, sejatinya banyak sekali ajaran Islam yang dilanggar oleh seorang teroris di tengah masyarakat Islam, antara lain:
- Yang pertama, jelas mereka telah melanggar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian membahayakan dan saling merugikan” (R. Ibnu Majah, Ad Daruquthni, hasan).
- Mereka juga menyebabkan hilangnya banyak nyawakaum muslimin. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang muslim” (R. Tirmidzi 1395, shahih).
- Bukan muslim dan mukmin sejati, jika ia membuat kaum muslimin merasa tidak aman dan tidak tenang. Rasulullah bersabda, “Mu’min adalah orang yang orang lain merasa aman darinya. Muslim adalah orang yang kaum Muslimin merasa aman dari gangguan lisan atau tangannya.” (R. Ahmad11/137, shahih).
- Cabang iman yang terendah adalah mencegah kemudharatan terhadap muslim yang lain, walaupun berupa gangguan di tengah jalan. Nabi bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang, yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (R. Muslim35).
Lalu bagaimana mungkin seorang yang mengaku beriman malah menaruh bom di jalan dan di tempat-tempat yang terdapat banyak orang? Dan masih banyak lagi.
Terorisme berkedok jihad
Aksi-aksi terorisme banyak yang dianggap oleh pelakunya sebagai jihad. Sasaran teror mereka tidak lepas dari 2 sasaran :
- Orang-orang kafir yang berada di negeri ini secara mutlak. Alasannya mereka beranggapan bahwa memerangi setiap orang kafir yang ada di negeri ini adalah jihad fi sabilillah.
- Orang-orang yang berada di pemerintahan, termasuk kepolisian dan militer. Alasannya mereka dianggap sebagai orang kafir yang keluar dari Islam karena mendukung sistem pemerintahan yang tidak Islami.
Namun realitanya, seluruh masyarakat adalah korban teror dari aksi-aksi terorisme mereka. Dan tidak sedikit kaum muslimin yang tertumpah darahnya disebabkan aksi mereka.
Dalam masalah memerangi orang kafir di negeri ini, mereka telah melanggar larangan mengganggu orang kafir mu’ahad dan orang kafir musta`man.
Kafir mu’ahad adalah yang sedang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin untuk tidak saling menyerang. Sementara kafir musta`man adalah yang masuk ke negeri muslim lalu dijamin keamanannya oleh penguasa Muslim.
Nabi bersabda, “Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad, ia tidak mencium wangi surga. Padahal wangi surga tercium dari jarak 40 tahun.” (H.R. Bukhari 3166).
Jadi, syariat Islam mengatur siapa orang kafir yang diperangi dan terlarang untuk diperangi.
Jihad ada aturannya
Sebuah pemahaman yang bagus diajarkan sahabat Nabi, Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhuma, “Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap ridha Allah lalu terbunuh ia akan masuk surga?”
Abu Musa menjawab, “Ya”. Hudzaifah lalu berkata kepadanya, “Tidak demikian. Jika ia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap ridha Allah dan menaati aturan Allah, lalu terbunuh, barulah ia masuk surga.” (Sunan Sa’id bin Manshur 6/69, shahih).
Dengan demikian, terorisme tidak layak disebut jihad.
Vonis kafir tidak bisa sembarangan
Memvonis kafir muslimin yang berada di pemerintahan atau perangkat-perangkatnya dengan alasan sistem pemerintahan yang diterapkan tidak Islami adalah sebuah kesalahan. Vonis kafir terhadap seorang Muslim itu perkara berat.
Berhukum dengan selain hukum Allah hukumnya dirinci oleh para ulama, sebagaimana Al Qur’an juga merinci orang yang berhukum dengan selain hukum Allah, ada yang kafir, ada yang zhalim, dan ada yang fasiq.
Dan bisa jadi orang yang berhukum dengan selain hukum Allah melakukannya karena ia tidak tahu atau adanya syubhat yang membuatnya bingung.
Intinya, vonis kafir dalam masalah ini sangatlah berat dan berbahaya. Ditambah lagi, vonis kafir bukanlah hak setiap orang, akan tetapi haknya para ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah shalat ghaib untuk Raja Najasyi yang wafat dalam keadaan beriman, padahal hukum yang diberlakukan di negeri yang ia pimpin belum berdasarkan syariat Islam.
Lebih lagi Nabi bersabda, “Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat” (H.R. Ahmad 21583, shahih).
Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam.
Di sini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.
Singkat kata, serampangan dalam memvonis kafir kaum muslimin dalam masalah ini adalah sebuah kesalahan yang fatal dan merupakan manhaj kaum Khawarij.
Sebab munculnya terorisme berkedok jihad
Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Tetap Penelitian dan Fatwa Islam) Saudi Arabia memaparkan bahwa sebab-sebab munculnya terorisme berkedok jihad adalah:
- Keengganan untuk menerapkan syariat Allah, baik secara individu, masyarakat, maupun negara.
- Ghuluw, melampaui batas dalam menerapkan ajaran agama.
- Salah paham dalam memahami ajaran agama.
- Dihalangi-halanginya dakwah ahlussunnah yang menjelaskan agama dengan pemahaman yang benar.
(Majalah Buhuts Al Islamiyyah, Rajab 1424 H, hal 117-121).
Menanggulangi terorisme
Lajnah Daimah Saudi Arabia juga menyarankan beberapa poin untuk menanggulangi terorisme:
- Bekerja keras untuk menyebarkan dan menerapkan ajaran Islam yang benarkepada seluruh individu, masyarakat, maupun perangkat-perangkat pemerintahan.
- Menuntut ilmu agama secara bertahapdan memulai dari yang dasar, yang dilandasi oleh Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah, yakni orang salih terdahulu.
- Menyatakan dengan tegas dan terang-terangan untuk memerangi terorisme.
- Menjelaskan kepada masyarakat tentang istilah-istilah dan kaidah-kaidah syar’idengan sejelas-jelasnya, hingga tidak ada peluang bagi orang zhalim dan penggemar kerusakan untuk menyalahgunakannya.
(Majalah Buhuts Al Islamiyyah, Rajab 1424H, hal 121-124).
Tentu saja semua ini tidaklah mudah, namun jangan berhenti berusaha dan berdoa kepada Allah. Semoga Ia melimpahkan hidayah-Nya kepada kaum Muslimin di negeri ini untuk senantiasa berada pada jalan-Nya yang lurus.
Penulis : Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.